Langsung ke konten utama

Halal bihalal Sinambi Belajar Hukum di peringatan Harlah GP Ansor Ke-90

  ansorguntur.org/ Sabtu,27 April 2024. Dalam memperingati Harlah GP Ansor ke 90 GP Ansor Kecamatan Guntur melaksanakan giat Halal bihalal yang di barengkan dengan acara Sarasehan Hukum yang di isi oleh ahli hukum sahabat Dr. Fatkhul Mu'in,SH.,MH,CM. dengan Tema Problematika Penegakan Hukum Undang undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik di Era Disrupsi, dalam kesempatan ini di sampaikan oleh Lembaga Bantuan Hukum Surya Kusuma. "Ketika masih sanggup menjadi Pengurus bahkan menjadi ketua Ansor, jangan sampai kendor, harus gaspolll. Namun ketika sudah dirasa tidak siap, silahkan lepas dan pasrahkan baik-baik kepada yang siap. Jangan sampai organisasi ini lemah dengan teledornya para pengurus." Petikan sambutan Ketua PAC GP Ansor Guntur. Halal bihalal PAC GP Ansor Kec. Guntur di hadiri oleh Perwakilan MWC NU Kec. Guntur K. Muhsin Abdur Rohman, Para Pembina PAC GP Ansor Kec. Guntur, Sahabat

Akidah, Filsafat dan Tasawuf dalam pandangan Al Ghazali


Kajian ini akan membahas seputar akidah, filsafat dan tasawuf dalam perspektif al Ghazali dengan membedah karyanya yang berjudul al Munqidz min al Dhalal. Tulisan ini mencoba melakukan studi komparatif dan tidak hanya terpaku pada teks kitab sehingga tidak terkesan sebagai terjemahan kitab yang ada. Kitab yang penulis jadikan rujukan adalah Majmu’ah Rasa’il Imam Ghazali (kumpulan tesis-tesis al Ghazali) terbitan Dar al Kutub al Ilmiah. Didalam kitab tersebut memuat berbagai judul risalah karangan al Ghazali termasuk kitab yang akan kita kaji. Al Munqidz min al Dhalal merupakan potret gejolak kejiwaan yang dialami al Ghazali ketika beliau menelusuri, kontemplasi (tafakur), dan melakukan pencarian yang mendalam tentang sebuah kebenaran. Kata pengantar (taqdim) kitab tersebut ditulis oleh Ahmad Syamsuddin yang mengulas tentang riwayat singkat al Ghazali. Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Ahmad al Ghazali. Ia dilahirkan di Thabiran, salah satu perkampungan kecil di Thawus, Khurasan (Iran) pada tahun 450 H/1058 M. Ia hidup di lingkungan yang miskin, bapaknya bekerja sebagai pemintal benang yang dijual di pasar Thawus. Sang Ayah tutup usia sebelum al Ghazali menginjak baligh.



Pola Pikir yang dipakai al Ghazali
Dalam ranah filsafat, untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ada dua teori yang paling masyhur. Pertama, Rasionalisme yaitu aliran yang mengemukakan bahwa sumber pengetahuan manusia adalah akal pikiran, rasio dan jiwa manusia. Kedua, Empirisme ialah aliran yang mengatakan bahwa pengetahuan manusia itu berasal dari pengalaman manusia, dari dunia luar yang ditangkap oleh panca indera (Ilmu, Filsafat dan Agama). Kedua teori di atas juga tak luput dari kajian al Ghazali. Namun, lagi-lagi al Ghazali menyangsikan kedua teori ini. Oleh sebab itu al Ghazali melakukan pengujian akan validitas kedua teori tersebut. Pertama-tama al Ghazali menguji kebenaran pengetahuan melalui empirisme (hissiyyat). Semisal data-data yang diterima oleh mata kita terhadap bintang-bintang di langit. Menurut penglihatan kita, bintang itu tampak kecil, sekecil uang logam (dinar). Tetapi berdasarkan ilmu geometri (handasah), bintang diangkasa jauh lebih besar daripada ukuran bumi. Ternyata pada faktanya data-data yang diterima oleh indera acapkali menipu dan bertolak belakang dengan keadaan sebenarnya. Bermula dari ketidakpuasan terhadap teori empirisme (hissiyyat) ini memaksa al Ghazali untuk berpindah pada teori rasionalisme (dharuriyat). Menurut para penganut teori rasionalisme, satu-satunya pengetahuan yang absah dan dapat dipercaya adalah pengetahuan yang dihasilkan oleh akal rasional. 

Contoh pendekatan rasionalisme adalah bilangan sepuluh lebih besar dari pada tiga, antara kekal (qadim) dan perkara yang baru (hadits) tidak mungkin terkumpul dalam satu bagian. Bukankah pengetahuan rasional (dharuriyat) lebih bisa diterima daripada pengetahuan empiris (hissiyyat) ?. Meskipun demikian, para penganut aliran empirisme mencoba melakukan pembelaan dan purifikasi. Karena pada dasarnya apa-apa yang diketahui melalui inderawi jauh lebih riil dan nyata ketimbang pengetahuan melalui otak yang bersifat abstrak. Karena frustasi terhadap kedua teori filsafat yang saling serang antara satu dengan lainnya dan tidak mampu menyingkap tabir kebenaran, akhirnya al Ghazali kepincut dengan pendekatan ahli sufi. Menurut al Ghazali pengetahuan melalui mukasyafah (intuitif) dapat mengantarkan pada kebenaran sejati. Al Ghazali meyakinkan pendapatnya (pendekatan mukasyafah mampu mencapai kebenaran) dengan mengilustrasikan pengalaman mimpi. Ketika kita mimpi, kita bisa merasakan kejadian-kejadian yang berada diluar kenyataan inderawi. Namun ketika kita bangun dari tidur, pengalaman itu lenyap dan tidak kita jumpai dialam sadar. Kendatipun demikian, mimpi sulit dibantah keberadaannya.

Dengan kata lain, pendekatan mukasyafah (intuitif) jauh lebih riil ketimbang pendekatan dharuriyat (rasionalisme) dan hissiyyat (empirisme) yang problematis. Pengalaman intuitif inipun sebenarnya kerap kita jumpai dalam keadaan terjaga (bukan mimpi/tidur). Tatkala kita melamun, pikiran kita melayang kemana-mana dan kita sendiri tidak tahu apa yang kita kerjakan. Ini membuktikan bahwa pengalaman bathin memang benar-benar ada.

Ilmu Kalam (Teologi)
Setelah melakukan pergumulan yang cukup lama dengan ilmu tauhid dan menguasainya secara paripurna. Al Ghazali menulis sebuah buku khusus tentang disiplin ilmu ini. Tujuan ilmu tauhid adalah untuk menjaga akidah Ahlussunnah dari pengaruh ahli bid’ah. Melalui lisan Rasulullah, Allah Swt menyampaikan akidah yang benar demi tegaknya kebajikan (mashalih) agama dan urusan dunia hamba-hambaNya. Lantas syaitan mencemari akidah tersebut melaui antek-anteknya (ahli bid’ah). Syaitan melontarkan rasa was-was pada ahli bid’ah tentang perkara ysng bertentangan dan tidak sesuai dengan al Sunnah, dan mampu mngecoh orang-orang yang berakidah benar. 

Dalam hal ini, tampillah para mutakallimin (teolog) melakukan purifikasi terhadap akidah yang telah ternodai dan membela al Sunnah agar tetap orisinil serta menguak kesesatan ahli bid’ah. Akan tetapi pada perkembangan selanjutnya, para teolog justru hanya sibuk berapologi dan menanggapi tuduhan-tuduhan lawan mereka. Tidak berbicara pada substansi teologi yang menjadi tujuan awal ilmu tauhid. Bahkan mereka tenggelam dalam budaya pembebekan (taqlid), cenderung menerima apa adanya dan tidak lagi mencari kebenaran teologi.

Upaya untuk meluruskan akidah yang telah dirusak oleh ahli bid’ah ini adakalanya melalui taklid, konsensus (ijma’) umat atau sekedar menerima dari al Qur’an dan al Sunnah. Fanatisme yang berlebihan terhadap suatu golongan ini tidak akan membawa manfaat bagi penanut filasafat rasionalisme (dharuriyat). Karena mereka hanya akan menerima hal-hal yang masuk akal, melalui premis-premis rasional. Sementara para teolog hanya membela aliran masing-masing, bukan merasionalkan akidah. Dengan sangat kecewa al Ghazali mengatakan ”falam yakun al kalamu fi haqqy kafiyan, wa la lida’i alladzi kuntu asykuhu syafiyan”. Yang artinya kurang lebih ”ilmu kalam bagiku tidak mencukupi, ia tidak bisa menjadi obat yang menyembuhkan keraguanku”. Dan akhirnya al Ghazali tidak puas dengan ilmu ini.

Filsafat
Setelah rampung mengupas ilmu kalam, selanjutnya al Ghazali menelanjangi ilmu filsafat. Sebenarnya filsafat mempunyai beragam aliran, namun secara garis besar ada tiga golongan yaitu dahriyun, thabi’iyun, ilahiyun. Pertama, atheisme (dahriyun) yaitu aliran yang sesuai dengan filsafat kuno dan tidak mempercayai adanya sang Pencipta. Mereka mengira bahwa alam dan kehidupan didalamnya ada dengan sendirinya. Mereka meyakini bahwa manusia berasal dari sperma dan sperma berasal dari manusia tanpa campur tangan sang Khaliq. Dan kehidupan akan kekal tiada akhir.
Kedua, naturalisme (thabi’iyun) adalah aliran filasafat yang lebih banyak membahas perubahan materi, makhluik hidup dan tumbuhan. Obyek kajiannya lebih terfokus pada struktur tubuh makhluk hidup. Penganut aliran ini masih mempercayai eksistensi Tuhan. Mereka mengira kekuatan manusia timbul dari dirinya sendiri. Mereka berpendapat bahwa manusia ketika sudah mati, maka berakhir pula perjalanan hidupnya. 

Mereka mengingkari kehidupan akhirat, surga, neraka, kiamat dan hisab atau penghitungan amal. Dan yang terakhir adalah metafisika (ilahiyun). Para filosof yang masuk dalam sekte ini adalah Socrates, ia merupakan guru dari Plato. Plato merupakan guru dari Aristoteles. Aristoteles dikenal sebagai penggagas ilmu logika (mantiq). Aristoteles banyak mengkritik aliran filsafat sebelumnya yaitu dahriyun dan thabi’iyun. Aristoteles juga mngupas kesalahan berpikir Plato dan Socrates serta penganut filsafat metafisika (ilahiyun) sebelumnya.

Gagasan Aristoteles ini banyak digandrungi para filosof muslim seperti Ibnu Sina (370-428 H) dan al Farabi (260-339 H). Mereka semua menurut pandangan al Ghazali telah terjebak dalam jurang kesesatan. Kajian filsafat terdiri enam pembahasan yaitu riyadhiyah (meliputi matematika, geometri dll), mantiqiyah (logika), thabi’iyah (membahas tentang alam, langit perbintangan dll), ilahiyah (metafisika), siyasiyah (politik), khalqiyah (etika). Untuk kejelasan masing-masing aliran berikut kerancuannya, pembaca bisa merujuk dalam kitab aslinya. Karena saking panjangnya uraian al Ghazali, maka penulis tidak mengupasnya secara mendetail.

Tasawuf
Setelah menelan kekecewaan dari ilmu teologi (kalam) dan tidak terpuaskan oleh nalar para filosof, akhirnya al Ghazali berlabuh di dunia tasawuf. Menurut al Ghazali, mempelajari ilmu tasawuf itu lebih mudah daripada mengamalkannya. Ia mulai menggali ilmu tasawuf dengan banyak membaca buku-buku tasawuf seperti Qut al Qulub karya Abi Thalib al Makky, al Mutafariqat al Ma’tsurah kaya al Junaidi. Buku-buku lain yang di pelajarinya adalah milik Harits al Muhasibi, al Syibli, Abi Yazid al Basthomi dan tokoh-tokoh sufi lainnya. Ternyata substansi tasawuf bukanlah pada kajian ilmiah, melainkan pada tataran aplikasinya. Inti tasawuf bukan pada pengetahuan yang mendalam, tetapi melalui pengamalan (suluk) dan perasaan (dzauq). Kebahagian hakiki tak akan bisa digapai kecuali dengan taqwa, pengekangan hawa nafsu dan melakukan pemutusan hubungan antara hati dan dunia yang penuh penipuan. Setelah melakukan renungan yang dalam ternyata al Ghazali menyadari bahwa kegiatan ilmiah (mengajar di madrasah) yang dilakukan selama ini tak lain hanyalah memburu gelar dan status sosial.
Hal itulah yang merangsang al Ghazali untuk menetap di Syam (Syiria) selama dua tahun. Al Ghazali mengasingkan diri (uzlah), menyepi (khulwah), tirakat (riyadhoh/mujahadah). Seharian penuh al Ghazali i’tikaf di masjid Damaskus dan mengurung diri di puncak menara masjid tersebut. Aktivitas tersebut dimaksudkan untuk membersihkan diri dan mensucikan hati sebagaimana jalur yang ditempuh oleh para ahli sufi. Al Ghazali melakukan safari haji dan ziarah makam Rasulullah. Untuk selanjutnya al Ghazali pindah ke daerah Hijaz. Selama kurang lebih sepuluh tahun al Ghazali menjalani kehidupan seperti itu. Sampai akhirnya dahaga intelektual benar-benar terpuaskan. Al Ghazali meyakini bahwa perjalanan ahli sufi adalah jalan yang terbaik dan paling benar, prilaku tasawuf adalah sebaik-baiknya akhlak. Jalan hidup yang ditempuh al Ghazali merupakan sebuah petualangan intelektual yang sangat menakjubkan !.


 Sumber: al Munqidz min al Dhalal (karya al Ghazali)
Oleh: AHMAD ZAKY MAULANA

Team Cyber Aswaja Guntur

Komentar

Popular Posts

Kiyai Muda Harus Ikut Dirosah

Tantangan dakwah semakin luar biasa. Para kiai-kiai muda NU harus melek sosial media. Karena, ada banyak kelompok yang menggunakan media sosial sebagai bentuk provokasi dan agitasi. Tujuannya adalah melemahkan NU. Sebab dengan lemahnya NU, maka target meruntuhkan tatanan kebangsaan dalam bingkai NKRI berhasil dilakukan. Karena itu, Dirosah Kader RA menjadi ajang penggemblengan para kiai muda NU.  Mereka digembleng dalam hal loyalitas dan materi-materi dakwah dari para kiai di kalangan NU. Dan Rijalul Ansor sebagai badan semi otonom Ansor harus mampu menegasakan, bahwa berdakwah itu yang menyejukkan, yang mendinginkan dan menebarkan kedamaian.

Yen malem Jum'at wong mati balik ning omah

Diterangkan dalam I’anah At Thalibiin : ﺇﻋﺎﻧﺔ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ ‏( 142 2/ ‏) ﻭﻭﺭﺩ ﺃﻳﻀﺎ ﺇﻥ ﺃﺭﻭﺍﺡ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﺗﺄﺗﻲ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻟﻴﻠﺔ ﺇﻟﻰ ﺳﻤﺎﺀ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﺗﻘﻒ ﺑﺤﺬﺍﺀ ﺑﻴﻮﺗﻬﺎ ﻭﻳﻨﺎﺩﻱ ﻛﻞ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻨﻬﺎ ﺑﺼﻮﺕ ﺣﺰﻳﻦ ﺃﻟﻒ ﻣﺮﺓ ﻳﺎ ﺃﻫﻠﻲ ﻭﺃﻗﺎﺭﺑﻲ ﻭﻭﻟﺪﻱ ﻳﺎ ﻣﻦ ﺳﻜﻨﻮﺍ ﺑﻴﻮﺗﻨﺎ ﻭﻟﺒﺴﻮﺍ ﺛﻴﺎﺑﻨﺎ ﻭﺍﻗﺘﺴﻤﻮﺍ ﺃﻣﻮﺍﻟﻨﺎ ﻫﻞ ﻣﻨﻜﻢ ﻣﻦ ﺃﺣﺪ ﻳﺬﻛﺮﻧﺎ ﻭﻳﺘﻔﻜﺮﻧﺎ ﻓﻲ ﻏﺮﺑﺘﻨﺎ ﻭﻧﺤﻦ ﻓﻲ ﺳﺠﻦ ﻃﻮﻳﻞ ﻭﺣﺼﻦ ﺷﺪﻳﺪ ﻓﺎﺭﺣﻤﻮﻧﺎ ﻳﺮﺣﻤﻜﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻻ ﺗﺒﺨﻠﻮﺍ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﺗﺼﻴﺮﻭﺍ ﻣﺜﻠﻨﺎ ﻳﺎ ﻋﺒﺎﺩ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻥ ﺍﻟﻔﻀﻞ ﺍﻟﺬﻱ ﻓﻲ ﺃﻳﺪﻳﻜﻢ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﺃﻳﺪﻳﻨﺎ ﻭﻛﻨﺎ ﻻ ﻧﻨﻔﻖ ﻣﻨﻪ ﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺣﺴﺎﺑﻪ ﻭﻭﺑﺎﻟﻪ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﻭﺍﻟﻤﻨﻔﻌﺔ ﻟﻐﻴﺮﻧﺎ ﻓﺈﻥ ﻟﻢ ﺗﻨﺼﺮﻑ ﺃﻱ ﺍﻷﺭﻭﺍﺡ ﺑﺸﻲﺀ ﻓﺘﻨﺼﺮﻑ ﺑﺎﻟﺤﺴﺮﺓ ﻭﺍﻟﺤﺮﻣﺎﻥ ﻭﻭﺭﺩ ﺃﻳﻀﺎ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ ﻣﺎ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﻓﻲ ﻗﺒﺮﻩ ﺇﻻ ﻛﺎﻟﻐﺮﻳﻖ ﺍﻟﻤﻐﻮﺙ ﻳﻨﺘﻈﺮ ﺩﻋﻮﺓ ﺗﻠﺤﻘﻪ ﻣﻦ ﺍﺑﻨﻪ ﺃﻭ ﺃﺧﻴﻪ ﺃﻭ ﺻﺪﻳﻖ ﻟﻪ ﻓﺈﺫﺍ ﻟﺤﻘﺘﻪ ﻛﺎﻧﺖ ﺃﺣﺐ ﺇﻟﻴﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﻣﺎ ﻓﻴﻬﺎ . Ada hadits juga sesungguhnya arwahnya orang mukmin datang disetiap malam jum’at ke langit dunia dan berdiri dekat rumah mereka dan memanggil-manggil penghuni rumah dg suara yg sedih sampai 1000x “Wahai keluargaku, wahai kerabatku, wahai anakku wahai orang yg menempati rumahku

Sejarah PonPes Al Hidayat Krasak Temuroso Guntur

Di saat pesantren salaf berbondong bondong memasukkan kurikulum umum ke dalam pendidikan di pesantrennya, Pondok Pesantren Hidayat yang terletak di Dukuh KrasakTemuroso Kecamatan Guntur Kabupaten Demak sama sekali  tidak goyah untuk tetap eksis dan fokus dalam mendidik santri santrinya dengan menggunakan metode pendidikan salaf.  Keberadaan PP. Al Hidayat sampai saat ini dengan kesalafannya tidak lepas dan merupakan buah perjuangan tidak kenal Ielah dan pengasuhnya KH. Mishbachul Munir Al Mubarak.  Sejarah dan Profil PP. Al Hidayat  Sejarah bukanlah suatu cerita lama yang usang  dan ditinggalkan karena tergerus oleh zaman. Akan tetapi, sejarah adalah prasasti yang sangat penting dalam suatu perjuangan dan menjadi cermin bagi generasi penerus yang bukan hanya untuk dikenang melainkan juga untuk diteruskan perjuangan-nya serta diteladani semangat juangnya. Begitu pula Pondok Pesantren Al Hidayat. Gus Dlowi (panggilan akrab KH. Achmad Baidlowi;