Langsung ke konten utama

Gugah Semangat Anggota Satkoryon Banser Guntur Agendakan Apel Kesetiaan Anggota

  Guntur, ansorguntur.org - Dalam rangka membangun kekompakan Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Pimpinan Satkoryon Banser Kecamatan Guntur menggelar Apel Kesetiaan Anggota dan sebagai rutinan setiap malam Jum'at Kliwon, yang terjadwal secara Bergantian tempat pelaksanaannya di Maqbaroh Simbah Romo KH. Misbachul Munir Krasak dan Maqbaroh Romo Yai Imam Sholeh Temuroso Guntur Demak. Untuk giat Apel Kesetiaan Anggota kali ini digelar di makam Romo Yai Imam Sholeh Krasak Temuroso Guntur Demak pada Kamis, (18/01/2024) malam. Informasi yang dihimpun tim IPTEK PAC GP Ansor Guntur hadir dalam kegiatan tersebut jajaran Pengurus Satkoryon Banser Kecamatan Guntur, pengurus PAC GP Ansor Guntur, diantaranya Ketua PAC GP Ansor M. Choirul Huda S.Ag., Kasatkoryon Banser Guntur M. Badrussalam, S.Pd.I, Pembina PAC GP Ansor Kec. Guntur Beliau Gus Ulin Nuha Yang pada kesempatan tersebut memberikan motivasi kepada seluruh anggota Banser, Ansor, Rijalul Ansor di wilayah Kec. Guntur.  Turut Hadir juga Pemb

Tradisi Nyekar, Nyadran, Ziarah dan Sungkem Leluhur


Jelang Ramadhan umumnya masyarakat berbondong ke makam. Selain untuk mendoakan para pendahulu, kegiatan ini juga sebagai sarana pendidikan rohani menghadapi bulan suci Ramadhan. Dalam hal ini kita mengenal istilah Nyekar. Apa itu nyekar? Kita simak penjelasan dari Ensiklopedi Nahdlatul Ulama berikut ini
Tradisi ziarah atau kunjungan ke makam di kalangan masyarakat Muslim Jawa. Berbeda dengan tradisi ziarah yang ditujukan kepada tokoh-tokoh ulama atau wali yang dianggap keramat, sebagai penghormatan dan upaya mengambil berkah, subjek ziarah dalam nyekar ini umumnya adalah makam leluhur keluarga: kakek-nenek, orang-tua, dan saudara.
Nyekar berasal dari kata Jawa sekar yang berarti kembang atau bunga. Dalam praktiknya, memang ziarah ini melibatkan penaburan bunga di atas makam yang dikunjungi. Bahkan sebagian masyarakat ada yang menyertakan dupa dan kemenyan. Tetapi aspek ritual yang terakhir ini, belakangan ini sudah jarang dilakukan, meski tidak berarti hilang sama sekali.
Di dalam nyakar, yang pasti dan umum terjadi, adalah (besik) pembersihan makam dan pembacaan himpunan doa atau bagian dari surat Al-Quran, yang pendek-panjangnya, bervariasi satu sama lain. Ini juga membuat waktu yang dibutuhkan dalam nyekar berbeda-beda: dari yang singkat sekitar belasan menit, hingga hitungan jam, bahkan ada yang seharian penuh.
Jika mereka yang nyekar ini tidak ada yang bisa membaca doa sendiri --umumnya dalam bahasa Arab-- di pemakaman umum biasanya ada juru kunci atau guru agama yang bisa membantu memimpin dan memandu pembacaan ini.
Nyekar bisa dilakukan kapan pun sepanjang tahun. Misal pada waktu tahun pertama dari anggota keluarga yang meninggal, di mana ikatan-ikatan emosional dengan orang yang telah mendahului itu masih sangat kuat. Nyekar juga biasa dilakukan seseorang menjelang pelaksanaan upacara lingkaran hidup seperti perkawinan, di mana ia menjadi semacam permohonan doa restu.
Nyekar ke leluhur ini juga umum dilakukan oleh mereka yang ingin memohon doa restu dan kekuatan batin karena menghadapi suatu tugas dan tanggung jawab yang berat, akan bepergian jauh, atau karena ada hajat dan keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang besar sekali.
Tetapi yang sering, terpenting dan terutama, nyekar dilakukan sekitar seminggu sebelum bulan Ramadan tiba atau setelah lebaran, pada minggu pertama Syawal. Ini bisa dilakukan secara pribadi maupun bersama-sama dengan anggota keluarga lain, baik laki-laki maupun perempuan.
Tradisi nyekar sebelum Ramadan ini muncul dari keinginan umat Islam untuk memasuki Bulan Suci dengan keadaan bersih dan penuh “kekuatan”. Mereka ingin segala kesalahan dan kekeliruan yang telah dilakukan, baik sengaja maupun tidak sengaja, dimaafkan oleh teman-teman, saudara-saudara, dan seluruh keluarga agar mereka bisa menjalani puasa dengan lancar, tenang, dan tulus.
Permohonan maaf ini juga mereka tujukan pada anggota keluarga dan leluhur mereka yang sudah meninggal sekaligus untuk meringankan beban anggota-anggota keluarga yang sudah wafat itu.
Nyekar akan mengingatkan diri mereka bahwa setiap manusia kelak juga akan mengalami kematian.
Di beberapa tempat, kegiatan nyekar ini didahului dengan semacam slametan kecil yang diisi dengan pembacaan doa, dzikir-tahlil, atau bagian Quran lainnya dan diakhiri dengan makan bersama. Kenduri ini biasa digelar di rumah, langgar, masjid atau di tempat makam itu sendiri. Karena dilakukan pada bulan Sya’ban atau dalam Bahasa Jawa disebut Sadran, maka sebagian kalangan menyebut praktik ini sebagai nyadran. Ruwah juga dipakai oleh orang Jawa untuk menyebut Sya’ban.
Sulit untuk melacak, kapan tradisi nyekar atau nyadran ini muncul. Diyakini bahwa tradisi ini diperkenalkan oleh para wali yang di satu sisi meneruskan tradisi penghormatan kepada roh leluhur di kalangan masyarakat Jawa yang masih menganut ajaran Hindu-Budha saat itu dan di sisi lain menyelaraskan dan membingkainya dengan ajaran Islam.
Nyekar atau nyadran karena itu bisa dikatakan suatu bentuk dari pribumisasi Islam, akomodasi Islam pada tradisi lokal. Secara teologis, tradisi ini memang masih memiliki hubungan dengan akidah Islam tentang kematian bahwa setelah manusia meninggal, rohnya akan meninggalkan jasad dan akan berada di alam barzakh hingga nanti hari kebangkitan atau hari kiamat.
Sedangkan ziarah kubur juga memiliki dasar-dasarnya di dalam Islam sebagaimana termaktub dalam hadits nabi yang diriwayatkan Muslim, Abu Dawud, dan at-Tarmizi: “Dahulu aku telah melarangmu berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah, karena sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan akhirat.”
Yuk, kita nyekar!!!

Komentar

Popular Posts

Kiyai Muda Harus Ikut Dirosah

Tantangan dakwah semakin luar biasa. Para kiai-kiai muda NU harus melek sosial media. Karena, ada banyak kelompok yang menggunakan media sosial sebagai bentuk provokasi dan agitasi. Tujuannya adalah melemahkan NU. Sebab dengan lemahnya NU, maka target meruntuhkan tatanan kebangsaan dalam bingkai NKRI berhasil dilakukan. Karena itu, Dirosah Kader RA menjadi ajang penggemblengan para kiai muda NU.  Mereka digembleng dalam hal loyalitas dan materi-materi dakwah dari para kiai di kalangan NU. Dan Rijalul Ansor sebagai badan semi otonom Ansor harus mampu menegasakan, bahwa berdakwah itu yang menyejukkan, yang mendinginkan dan menebarkan kedamaian.

Yen malem Jum'at wong mati balik ning omah

Diterangkan dalam I’anah At Thalibiin : ﺇﻋﺎﻧﺔ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ ‏( 142 2/ ‏) ﻭﻭﺭﺩ ﺃﻳﻀﺎ ﺇﻥ ﺃﺭﻭﺍﺡ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﺗﺄﺗﻲ ﻓﻲ ﻛﻞ ﻟﻴﻠﺔ ﺇﻟﻰ ﺳﻤﺎﺀ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﺗﻘﻒ ﺑﺤﺬﺍﺀ ﺑﻴﻮﺗﻬﺎ ﻭﻳﻨﺎﺩﻱ ﻛﻞ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻨﻬﺎ ﺑﺼﻮﺕ ﺣﺰﻳﻦ ﺃﻟﻒ ﻣﺮﺓ ﻳﺎ ﺃﻫﻠﻲ ﻭﺃﻗﺎﺭﺑﻲ ﻭﻭﻟﺪﻱ ﻳﺎ ﻣﻦ ﺳﻜﻨﻮﺍ ﺑﻴﻮﺗﻨﺎ ﻭﻟﺒﺴﻮﺍ ﺛﻴﺎﺑﻨﺎ ﻭﺍﻗﺘﺴﻤﻮﺍ ﺃﻣﻮﺍﻟﻨﺎ ﻫﻞ ﻣﻨﻜﻢ ﻣﻦ ﺃﺣﺪ ﻳﺬﻛﺮﻧﺎ ﻭﻳﺘﻔﻜﺮﻧﺎ ﻓﻲ ﻏﺮﺑﺘﻨﺎ ﻭﻧﺤﻦ ﻓﻲ ﺳﺠﻦ ﻃﻮﻳﻞ ﻭﺣﺼﻦ ﺷﺪﻳﺪ ﻓﺎﺭﺣﻤﻮﻧﺎ ﻳﺮﺣﻤﻜﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻻ ﺗﺒﺨﻠﻮﺍ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﺗﺼﻴﺮﻭﺍ ﻣﺜﻠﻨﺎ ﻳﺎ ﻋﺒﺎﺩ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻥ ﺍﻟﻔﻀﻞ ﺍﻟﺬﻱ ﻓﻲ ﺃﻳﺪﻳﻜﻢ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﺃﻳﺪﻳﻨﺎ ﻭﻛﻨﺎ ﻻ ﻧﻨﻔﻖ ﻣﻨﻪ ﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺣﺴﺎﺑﻪ ﻭﻭﺑﺎﻟﻪ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﻭﺍﻟﻤﻨﻔﻌﺔ ﻟﻐﻴﺮﻧﺎ ﻓﺈﻥ ﻟﻢ ﺗﻨﺼﺮﻑ ﺃﻱ ﺍﻷﺭﻭﺍﺡ ﺑﺸﻲﺀ ﻓﺘﻨﺼﺮﻑ ﺑﺎﻟﺤﺴﺮﺓ ﻭﺍﻟﺤﺮﻣﺎﻥ ﻭﻭﺭﺩ ﺃﻳﻀﺎ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ ﻣﺎ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﻓﻲ ﻗﺒﺮﻩ ﺇﻻ ﻛﺎﻟﻐﺮﻳﻖ ﺍﻟﻤﻐﻮﺙ ﻳﻨﺘﻈﺮ ﺩﻋﻮﺓ ﺗﻠﺤﻘﻪ ﻣﻦ ﺍﺑﻨﻪ ﺃﻭ ﺃﺧﻴﻪ ﺃﻭ ﺻﺪﻳﻖ ﻟﻪ ﻓﺈﺫﺍ ﻟﺤﻘﺘﻪ ﻛﺎﻧﺖ ﺃﺣﺐ ﺇﻟﻴﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﻣﺎ ﻓﻴﻬﺎ . Ada hadits juga sesungguhnya arwahnya orang mukmin datang disetiap malam jum’at ke langit dunia dan berdiri dekat rumah mereka dan memanggil-manggil penghuni rumah dg suara yg sedih sampai 1000x “Wahai keluargaku, wahai kerabatku, wahai anakku wahai orang yg menempati rumahku

Sejarah PonPes Al Hidayat Krasak Temuroso Guntur

Di saat pesantren salaf berbondong bondong memasukkan kurikulum umum ke dalam pendidikan di pesantrennya, Pondok Pesantren Hidayat yang terletak di Dukuh KrasakTemuroso Kecamatan Guntur Kabupaten Demak sama sekali  tidak goyah untuk tetap eksis dan fokus dalam mendidik santri santrinya dengan menggunakan metode pendidikan salaf.  Keberadaan PP. Al Hidayat sampai saat ini dengan kesalafannya tidak lepas dan merupakan buah perjuangan tidak kenal Ielah dan pengasuhnya KH. Mishbachul Munir Al Mubarak.  Sejarah dan Profil PP. Al Hidayat  Sejarah bukanlah suatu cerita lama yang usang  dan ditinggalkan karena tergerus oleh zaman. Akan tetapi, sejarah adalah prasasti yang sangat penting dalam suatu perjuangan dan menjadi cermin bagi generasi penerus yang bukan hanya untuk dikenang melainkan juga untuk diteruskan perjuangan-nya serta diteladani semangat juangnya. Begitu pula Pondok Pesantren Al Hidayat. Gus Dlowi (panggilan akrab KH. Achmad Baidlowi;